Buah ceroring adalah salah satu buah liar khas hutan Kalimantan yang semakin jarang dikenal masyarakat luas. Berukuran kecil dan berwarna cerah, ceroring memiliki rasa asam-manis menyegarkan yang membuatnya populer di kalangan anak-anak pedalaman. Meski belum banyak dibudidayakan, buah ini menjadi bagian penting dari kearifan lokal dan sumber pangan musiman di daerah asalnya.
Baca juga:
- Bakteri Hidup dalam Susu? Ini Fakta Mengejutkan Tentang Kefir!
- Kekurangan Air Putih Bisa Buat Batu Ginjal?
- Kenapa Buah Bisa Menghitam Setelah Dikupas? Ini Penjelasan Enzimnya
Ceroring berbentuk bulat kecil, berdiameter sekitar 1–2 cm, dengan kulit tipis berwarna ungu kehitaman saat matang. Daging buahnya bening, berair, dan memiliki cita rasa asam segar yang unik. Saat dimakan langsung, sensasinya menyerupai perpaduan antara anggur liar dan duku asam. Buah ini biasanya tumbuh liar di semak-semak atau pinggir hutan dan dipetik secara langsung oleh masyarakat lokal.
Ceroring diyakini mengandung vitamin C tinggi dan antioksidan alami dari pigmen gelap kulitnya. Buah ini sering digunakan sebagai penghilang dahaga alami di tengah hutan, sekaligus membantu menyegarkan mulut. Dalam praktik masyarakat adat, ceroring juga dikonsumsi untuk membantu meredakan panas dalam dan memperbaiki pencernaan.
Sayangnya, buah ceroring mulai jarang ditemukan karena berkurangnya kawasan hutan dan minimnya perhatian terhadap tumbuhan liar lokal. Tidak adanya budidaya membuat ceroring sangat bergantung pada kondisi alam. Jika tidak dijaga, potensi buah ini bisa hilang tanpa sempat dikenali oleh generasi muda.
Ceroring bukan hanya buah kecil dari hutan, tetapi juga bagian dari identitas lokal Kalimantan yang patut dilestarikan. Dengan rasa yang unik dan kandungan alaminya, ceroring memiliki potensi sebagai camilan sehat dan bahan olahan lokal. Kini saatnya mengenal dan mengangkat kembali buah-buah hutan seperti ceroring ke panggung pangan Nusantara.
Posting Komentar