Jahe Bukan Akar, Fakta Botani yang Sering Disalah pahami!

Jahe sanggatlah terkenal di seluruh dunia. Di Indonesia, jahe tidak hanya menjadi bumbu masakan, tetapi juga bahan utama dalam minuman tradisional seperti wedang jahe atau bandrek. Rasanya yang hangat dan aromanya yang khas membuatnya dicintai oleh banyak orang, terutama di musim hujan. Namun, ada satu kesalahpahaman yang sering terjadi: banyak orang menyebut jahe sebagai “akar jahe”, padahal secara botani, jahe bukanlah akar.

Baca juga:

Jika kita melihat bentuknya, memang mudah untuk salah paham. Bagian jahe yang kita gunakan adalah bagian yang tumbuh di bawah tanah, berwarna cokelat di luar dan kekuningan di dalam. Wajar saja bila orang mengira itu adalah akar. Tetapi, secara ilmiah, bagian ini adalah rimpang atau rhizome, bukan akar sejati. dia berfungsi untuk cadangan makanan.

Ingat ya akar itu untuk menyerap nutrisi sedangkan rimpang adalah cadangan makanan dan energi untuk tumbuhan utama. Dari rimpang jahe, akan tumbuh tunas yang menjulang ke atas permukaan tanah menjadi batang semu dan daun, sementara akar sejati tumbuh dari rimpang ke arah bawah untuk menyerap air dan mineral.

Pemahaman ini penting karena rimpang memiliki kemampuan istimewa: ia bisa diperbanyak dengan cara vegetatif. Potongan kecil rimpang jahe yang sehat dan memiliki mata tunas dapat ditanam untuk menghasilkan tanaman baru. Inilah yang membuat budidaya jahe relatif mudah dilakukan, baik di lahan luas maupun dalam pot di pekarangan rumah.

Jahe dikenal sebagai kehangatannya. Kandungan senyawa aktif seperti gingerol memiliki sifat anti inflamasi dan antioksidan yang kuat. Jahe dikenal dapat membantu meredakan mual, menghangatkan tubuh, memperlancar peredaran darah, hingga membantu mengurangi nyeri otot. Tidak heran jika jahe telah digunakan dalam pengobatan tradisional sejak ribuan tahun lalu di berbagai budaya, mulai dari Tiongkok, India, hingga Nusantara.

Dalam sejarah perdagangan rempah, jahe juga memiliki nilai ekonomi tinggi. Jalur perdagangan kuno membawa jahe dari Asia ke Eropa, di mana rempah ini menjadi barang mewah. Kini, meskipun jahe sudah mudah ditemukan di berbagai belahan dunia, nilainya tetap tinggi karena permintaan yang konsisten, baik untuk kebutuhan kuliner maupun industri kesehatan.

Kesalahpahaman bahwa jahe adalah akar mungkin tidak merugikan secara langsung, tetapi memahami bahwa jahe adalah rimpang memberikan kita pandangan yang lebih dalam tentang keragaman bentuk kehidupan di bumi. Tidak semua yang tumbuh di bawah tanah adalah akar; beberapa di antaranya adalah batang yang berevolusi untuk beradaptasi dengan lingkungannya.

Jadi, ketika Anda menambahkan jahe ke dalam teh hangat atau mengolahnya menjadi bumbu masakan, ingatlah bahwa yang Anda pegang bukanlah akar, melainkan batang bawah tanah yang cerdas menyimpan energi.

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama